Senin, 19 Agustus 2013

Manusia, nilai, moral dan hukum


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Manusia, nilai, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan nilai, moral, dan hukum antara lain mengenai kejujuran, keadilan, menjilat, dan perbuatan negatif lainnya sehingga perlu dikedepankan pendidikan agama dan moral karena dengan adanya panutan, nilai, bimbingan, dan moral dalam diri manusia akan sangat menentukan kepribadian individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial dan kehidupan setiap insan. Pendidikan nilai yang mengarah kepada pembentukan moral yang sesuai dengan norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan manusia yang utuh dalam konteks sosial.
Pendidikan moral tidak hanya terbatas pada lingkungan akademis, tetapi dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat kondusif untuk melaksanakan pendidikan moral yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Peran keluarga dalam pendidikan mendukung terjadinya proses identifikasi, internalisasi, panutan dan reproduksi langsung dari nilai-nilai moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga. Hal-hal yang juga perlu diperhatikan dalam pendidikan moral di lingkungan keluarga adalah penanaman nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan dan tanggung jawab dalam segenap aspek.

B.  Rumusan masalah

1.      Pengertian dari manusia, nilai, moral dan hokum
2.      Hakikat fungsi perwujudan nilai moral dan hokum
3.      Keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan
4.      Problematika nilai, moral, hokum dalam masyarakat dan Negara

C.  Tujuan

1.      Membahas mengenai manusia, nilai, moral dan hukum
2.      Mengetahui Hakikat fungsi dari perwujudan nilai moral dan hukum
3.      Mempelajari tentang keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan
4.      Membahas tentang problematika nilai, moral dalam masyarakat dan Negara



BAB II
PEMBAHASAN
MANUSIA, NILAI, MORAL DAN HUKUM

Pengertian Manusia, Nilai, Moral dan Hukum

·         Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

·         Nilai
Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.

·         Moral
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.

·         Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.





A.  Hakikat Fungsi Perwujudan nilai, moral dan hukum

            Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara manusia mencari hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang mempunyai dua kajian utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena estetika berhubungan dengan keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik dan salah, namun karena manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk bahkan dengan persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika dan estetika jauh melangkah ke depan meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral tersebut sebagaimana mestinya.
Menurut Bartens ada tiga jenis makna etika, yaitu:
  1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
  2. Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).
  3. Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).
   Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
  • Nilai Moral di Antara Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia
Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika. Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama akan memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang menilainya. Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang subjektif, artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya.
Dua kategori nilai itu subjektif atau objektif:
Pertama, apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita mendambakannya karena objek itu memiliki nilai Kedua, apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada objek, atau kita mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita (Frondizi, 2001, hlm. 19-24).


  • Nilai di Antara Kualitas Primer dan Kualitas Sekunder
Kualitas primer yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat menjadi ada, sama seperi kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup manusia, sedangkan kualitas sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindera seperti warna, rasa, bau, dan sebagainya, jadi kualitas sekunder seperti halnya kualitas sampingan yang memberikan nilai lebih terhadap sesuatu yang dijadikan objek penilaian kualitasnya.
Perbedaan antara kedua kualitas ini adalah pada keniscayaannya, kualitas primer harus ada dan tidak bisa ditawar lagi, sedangkan kualitas sekunder bagian eksistesi objek tetapi kehadirannya tergantung subjek penilai. Nilai bukan kualitas primer maupun sekunder sebab nilai tidak menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan sebuah keniscayaan bagi esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat, kualitas, yang dimiliki objek tertentu yang dikatakan “baik”. Nilai milik semua objek, nilai tidaklah independen yakni tidak memiliki kesubstantifan.
  • Metode Menemukan dan Hierarki Nilai dalam Pendidikan
Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang selanjutnya diambil sebuah keputusan, nilai memiliki polaritas dan hierarki, yaitu:
  1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai (polaritas) seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelekan.
  2. Nilai tersusun secara hierarkis, yaitu hierarki urutan pentingnya.
Ada beberapa klasifikasi nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas pengakuan, objek yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan yang akan dicapai, hubungan antara pengembangan nilai dengan keuntungan, dan hubungan yang dihasilkan nilai itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik. Sedangkan Max Scheller berpendapat bahwa hierarki terdiri dari, nilai kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan nilai kerohanian. Dan masih banyak lagi klasifikasi lainnya dari para pakar, namun adapula pembagian hierarki di Indonesia (khususnya pada masa dekade Penataran P4), yakni, nilai dasar, nilai instrumental, dan yang terakhir nilai praksis.
  • Makna Nilai bagi Manusia
Nilai itu penting bagi manusia, apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia karena dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai kegiatan menilai. Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam perbuatan.
  • Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral
Persoalan merosotnya intensitas interaksi dalam keluarga, serta terputusnya komunikasi yang harmonis antara orang tua dengan anak, mengakibatkan merosotnya fungsi keluarga dalam pembinaan nilai moral anak. Keluarga bisa jadi tidak lagi menjadi tempat untuk memperjelas nilai yang harus dipegang bahkan sebaliknya menambah kebingungan nilai bagi si anak.
  • Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral
Setiap orang yang menjadi teman anak akan menampilkan kebiasaan yang dimilikinya, pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif jika isu dan kebiasaan teman itu positif juga, sebaliknya akan berpengaruh negatif jika sikap dan tabiat yang ditampikan memang buruk, jadi diperlukan pula pendampingan orang tua dalam tindakan anak-anaknya, terutama bagi para orang tua yang memiliki anak yang masih di bawah umur.
  • Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu
Orang dewasa mempunyai pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan dengan anak-anak adalah memberi tahu sesuatu kepada mereka: memberi tahu apa yang harus mereka lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, di mana harus dilakukan, seberapa sering harus melakukan, dan juga kapan harus mengakhirinya. Itulah sebabnya seorang figur otoritas (bisa juga seorang public figure) sangat berpengaruh dalam perkembangan nilai moral.
  • Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Setiap orang berharap pentingnya memerhatikan perkembangan nilai anak-anak. Oleh karena itu dalam media komunikasi mutakhir tentu akan mengembangkan suatu pandangan hidup yang terfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada anak. Namun ketika anak dipenuhi oleh kebingungan nilai, maka institusi pendidikan perlu mengupayakan jalan keluar bagi peserta didiknya dengan pendekatan klarifikasi nilai.
  • Pengaruh Otak atau Berpikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Pendidikan tentang nilai moral yang menggunakan pendekatan berpikir dan lebih berorientasi pada upaya-upaya untuk mengklarifikasi nilai moral sangat dimungkinkan bila melihat eratnya hubungan antara berpikir dengan nilai itu sendiri, meskipun diakui bahwa ada pendekatan lain dalam pendidikan nilai yang memiliki orientasi yang berbeda.
  • Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Munculnya berbagai informasi, apalagi bila informasi itu sama kuatnya maka akan mempengaruhi disonansi kognitif yang sama, misalnya saja pengaruh tuntutan teman sebaya dengan tuntutan aturan keluarga dan aturan agama akan menjadi konflik internal pada individu yang akhirnya akan menimbulkan kebingungan nilai bagi individu tersebut.
  • Manusia Dan Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang bernama: m a s y a r a k a t. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).

·         Hubungan Hukum Dan Moral
Hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan perundang-undangan yang immoral harus diganti.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dengan moral.














B.  KEADILAN, KETERTIBAN, DAN KESEJAHTERAAN

Keadilan adalah pengakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Pengakuan atas hak hidup individu harus diimbangi melalui kerja keras tanpa merugikan pihak lain, karena orang lain punya hak hidup seperti kita. Jadi kita harus member kesempatan pada orang lain untuk mempertahankan hidupnya. Prinsipnya keadilan terletak apada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Tindakan-tindakan yang menuntut hak dan lupa pada kewajiban merupakan pemerasan. Sedangkan tindakan yang hanya menjalankan kewajiban tanpa menuntut hak berakibat pada mudah diperbudak atau dipengaruhi orang lain.

Jadi keadilan bila disimpulkan adalah :
1. Kesadaran adanya hak yang sama bagi setiap warga Negara
2. Kesadaran adanya kewajiban yang sama bagi setiap warga Negara
3. Hak dan kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran yang merata.

Ciri-ciri keadilan adalah :
1. Tidak memihak
2. Sama hak
3. Sah menurut hokum
4. Layak dan wajar
5. Benar secara moral

Sedangkan akibat dari ketidakadilan adalah :
1. Kehancuran : diri, keluarga, perusahaan, masyarakat, bangsa dan Negara
2. Kezaliman yaitu keadaan yang tidak lagi menghargai, menghormati hak-hak orang lain, sewenang-wenang merampas hak orang lain demi keserakahan dan kepuasan nafsu.

Macam-macam Keadilan :
1. Keadilan Legal (keadilan moral)
Dalam suatu komunitas yang adil, setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasar yang paling cocok baginya (the man behind the gun). Rasa keadilan akan terwujud bila setiap individu melakukan fungsinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, keadilan tidak akan terjadi bila ada intervensi pada pihak lain dalam melaksanakan tugas kemasyarakatan dan hal ini dapat memicu pertentangan, konflik dan ketidakserasian.
2. Keadilan Distributive
Keadilan akan terlaksana bila hal yang sama diperlukan secara sama dan hal yang tidak sama diperlakukan secara tidak sama diperlakukan secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Contoh : gaji pegawai lulusan smu dan sarjana harus dibedakan.


C.  PROBLEMATIKA NILAI, MORAL, DAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN NEGARA

Terbentuknya nilai dari hubungan yang bersifat ketergantungan sikap manusia terhadap nilai dari suatu maka manusia akan berbuat sesuatu yang merupakan modal dasar dalam menjalin kehidupan manusia. Dengan menilai dapat menentukan moral seseorang, apakah baik buruknya sepanjang niali itu dalam arti positif berarti perubahan bermoral , begitu juga sebaliknya jika nilai itu dalam arti negatif berarti perbuatan yang amoral. Perbuatan yang bersifat amoral inilah yang dijadikan problema dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Tujuan hukum mengatur pergaulan hidup secara damai, ditinjau dari aspek lahiriah yaitu untuk mencapai ketertiban atau kedamaian, dan jika di tinjau dari aspek batiniah yaitu untuk mencapai ketenangan atau ketentraman. Statu contoh adalah masalah perkawinan. Semua orang tahu bahwa tujuan dari perkawinan adalah untuk menciptakan keluarga sakinah mawadah warahmah, akan tetapi kenyataan-kenyataan yang ada banyak problem yang terjadi dalam keluarga, misalnya: terjadi kekerasan dalam rumah tangga, seorang suami tidak bertanggung jawab pada anak dan istri dan lain sebagainya. Dengan nilai dari perkawinan tidak terwujud sebagaimana yang kita dambakan. Secara hukum suatu perkawinan itu dapat diakui oleh negara apanila dilakukan dihadapan catatan sipil (untuk penduduk non Islam) dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA, untuk penduduk Islam), namur kenyataannya masih banyak istilah kawin sirih (kawin di bawah tangan), bahkan ada juga yang dikenal dengan “kawin kontrak”. Problema yang demikian harus diperhatikan dan perlu dipikirkan secara arif dan bijaksana baik oleh kalangan masyarakat awam maupun oleh pemerintah, karena sifat perkawinan yang demikian ini sangat merugikan bagi kaum perempuan dan nasib anak-anak. Karena dengan perkawinan sirih dan perkawinan sirih dan perkawinan kontrak ini, dengan begitu mudah kaum laki-laki untuk meninggalkannya, bahkan ingin terlepas dari tanggung jawabnya.
            Perkawinan itu apabila dilakukan menurut prosedur atau menurut aturan-aturan yang ada dalam suatu masyarakat, maka orang yang melaksanakan perkawinan demikian dikatakan yang bermoral. Juga sebaliknya jika perkawinan yang dilakukan tidak melalui prosedur atau tidak dilakukan sesuai dengan aturan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu maka perkawinan itu dikenal dengan cara tidak bermoral. Maka yang perlu kita ketahui dalam hal ini di samping hukum dasar yang tertulis ada hukum yang tidak tertulis, yaitu misalnya “hukum adat perkawinan” yang setiap daerah mempunyai adat masing-masing. Manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat untuk terwujudnya apa yang dikatakan ketertiban atau keamanan, dan ketenangan atau ketentraman maka harus patuh lepada hukum yanng berlaku dan mennjalani nilai-nilai yang ada di masyarakat dengan baik dan sempurna.





BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
Manusia adalah individu yg terdiri dari jasad dan roh dan makhluk yang paling sempurna, paling tertinggi derajatnya, dan menjadi khalifah di permukaan bumi.
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap pentong oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.